Saat masih songong sebelum gondola mendadak berhenti |
Uji nyali di Pantai Timang - Dari saat menyusun
itinerary, rencana awal gw adalah mengunjungi Pacitan. Dan setelah
makan soto enak murah meriah gerobakan disekitar Jl. Balapan *kuliner
Jogja memang selalu murah meriah, asal lo ga makan diantar bapak-bapak
becak sekitaran Keraton ya *gw pernah sekali kena disini, tahun 2012
makan gudek 35 rebu (nasi putih, gudeg, telor bacem sama the tawar
hangat).
Tau kenapa setelah makan,
destinasi kita jadi berobah arah menuju pantai Timang, dan
petualangan uji nyali pun dimulai.
Bau kopling mobil yang
gosong, tanah yang jumlangnya lebih sedikit dari bebatuan *cadas
banget, pohon-pohon jati meranggas seperti tersiksa jika hidup lebih
lama dan rumput kuning kering yang sepertinya menyesal pernah
dilahirkan *lebay.
Perjalanan dari kota
Jogjakarta menuju Pantai Timang yang masih jauh lagi keselatan dari
Wonosari itu sekitar 2 jam lebih dikit. Setengah jam terakhir itu pak
sopirnya udah tegang mengkhawatirkan, entah itu karena khawatir mobil
avanza keluaran terbarunya si boss babak belur atau tanjakan dan
turunan dijalan berbatu cadas ini membuat mobil terjungkal *incess
dibelakang mulai mules.
Begitu sampai diparkiran
mobil, disambut pemandangan hijau menggoda. Sejenis pandan pantai
yang pohonnya kekar berdaun dengan pelepah yang subur. Maka gw
berlima yang sebelumnya duduk gelisah menahan gejolak lambung dan
pala keliyengan langsung menghambur keluar mobil, buseh panasnya
poooolll. Langsung muncul kekhawatiran, kulit eksotis inces bakal
babak belur tambah gosong *sunblock kelupaan *udah aja sih, emang
aslinya udah item. Well, kita lanjut jalan turun kebibir pantai dari
parkiran. Disambut teluk kecil dengan gelombang dahsyat, pantainya
putih bersih dan biru lautnya menyatu dengan warna langit, kontras
sama pohon-pohon pandan (Palem pantai) yang tumbuh subur dari
ceruk-ceruk batu karang.
Kita berlima ga ada yang
berani main air disini, gelombangnya itu lho *ngamuk dahsyat. Trus
lanjut tracking dikit melewati ladang kacang tanah tadi. Kayanya
Gunung Kidul ini adalah daratan batu cadas dan tanah nya itu
dikiiiittt banget. Kacang tanah ini tumbuh seperti dalam pot
disela-sela batu cadas *kacang dibahas.
Yeaaaah, disana gondola
menanti. Asli gw langsung deg-degan. Walaupun dah liat ujud nya di
gugel, tapi tetep aja pas ngeliat aslinya gw langsung migren.
Gondolanya itu lho, terbuat dari kayu yang diikat dan
disambung-sambung pula, tali lintasnya terlihat beberapa helai sudah
usang dan sebagiannya memang masih terlihat baru. Tapi hanging Chair
itu. Itu. *inces belum pernah kawin *incess lagi jatuh cinta *incess
akan mewarisi banyak harta *siapa yang nanya.
Harganya juga bikin
dompet meronta, seorang untuk lintasan pulang pergi kepulau Timang
yang berjarak 100 meter dari bibir pantai itu di bandreol 250 rebu.
*diam sejenak *abang-abangnya nurunin harga jadi 225 *. Masih diam
aja, sesungguhnya diam memikirkan nyawa semata wayang yang belum
kawin ini, mati lajang itu kayanya sia-sia banget. *abangnya nurunin
harga lagi 200 rebu. Karena lobster lagi ga musim aja katanya, oh gw
lupa bilang kalau pulau timang ini adalah kawasan metropolitan buat
lobster, jadi banyak banget lobster yang bermukim di pulau ini.
Ok, demi eksistensi dan
kekinian di Path dan IG gw deal tuh harga 200 rebu. Tho kalau belum
kawin semoga ketemu Fatih Saferagic di surga dan dinikahin di
alun-alun surga *siapa lo.
Sesungguhnya saat
memasuki kursi pesakitan yang akan menerbangkan gw kepulau Timang itu
dengkul gw berdisco dan jari tangan gw kecut dingin. Abang-abangnya
penarik gondolanya meyakinkan kalau semuanya akan aman. Perintis
gondola ini experienced man, 20 tahun kerja di kereta gantung ancol.
Whatever, gw udah ga nyimak doi ngomong panjang lebar. Pasrah sama
Allah, walau ada juga sisi lain yang meronta minta gw kabur keluar
dari kursi tak meyakinkan ini, yaitu dosa orang single yang mati
sia-sia demi eksis disosial media dan list warisan dari emak bapak
gw. Tapi nasi udah jadi bubur ayam, kursi pesakitan itu meluncur
seketika dan mendarat di Pulau timang dengan aman. Abang-abang yang
menunggu diseberang pulau teriak-teriak membangunkan gw *ya kali gw
bisa tidur. Tapi dengan mata terpejam rapat, tangan menjengkeram kuat
ke sisi kursi *mungkin abangnya khawatir gw pingsan dan kejang otot.
Lalu gw buka mata dan
ngecek, ngompol tidak. Oh, tidak ngompol maka lalu gw teriak
sekencang-kencangnya:
“Yeaaaaaaaay, gw di
pulau Timang”
sedetik kemudian gw baru
nyadar, kalo gw teriak persis dikuping abangnya yang lagi membuka
tali pengaman kursi pesakitan ini. Dia terlonjak kaget dan terlihat
mengumpulkan fokus lagi habis nanar gw semptot sama teriakan
membahana.
“kaget aku mbak e...”
Duh, ngerasa bersalah
sih. Tapi ya gimana. Kan ceritanya itu histeria habis pingsan
beberapa detik, *mamas, maafin incess.....
Nah, merasa sukses
mendarat dengan aman saat pergi. Begitu selesai mewawancara mamasnya
dan ditawarin turun kebibir ombak tempat mereka menangkap lobster dan
selfie-selfie norak gw Pede banget akan buka mata dan ga berkedip
saat kembali ke Pantai seberang.
Kegirangan gitu saat
kursi mulai meluncur, mata terbuka lebar dan sesekali melihat kebawah
walau masih deg-degan kecil tapi udah terbayang aja begitu sampai
seberang gw teriak lagi kekuping abang-abangnya :
“lolooooosssss UJI
NYALIIIIII”.
Tapiiiiiiiiiiiiii,
tiba-tiba kursinya melambat persis ditengah-tengah dan berhenti lalu
ga gerak-gerak lagi. Gw yang tadinya udah melambai-lambai minta di
foto langsung kisut. *kursinya rusak, *talinya ada yang putus
*abang-abangnya ga sanggup narik gw *kesalahan teknis *mati lajang
*warisan melayang *menyesal. Yang tadinya udah berdiri-berdiri gaya
gitu melambai-lambai minta difoto langsung terduduk lemes, nafas
keluar satu-satu dan mulai menyebut LA ILA HA ILALLAH. Minimal
kalaupun mati lajang tapi Khusnul Khotimah dan ketemu Fatih Saferagic
di surga.
Lalu ombak besar
menghantam dari arah kanan dan kiri, ketemu persis dibawah kursi
ayunan gw, *sial. Gw yakin gw udah mati, laut dibawah akan memerah
karena ada seorang manusia lajang yang mati dihempas gelombang kebatu
karang dengan sia-sia. Begitu ombak menarik diri, ternyata gw masih
bernyawa dengan baju basah kuyup dan kursinya mulai merambat lagi
dengan pasti menuju bibir pantai. Buseh, gw dikerjain. Disuruh nunggu
ombak menggila dulu baru kursinya ditarik lagi. Dikira gw dilahirkan
dengan nyawa ganda apa ya.
Lalu abang-abang nya
cekikikan. *tadinya kan gw songong *orang songong perlu dikerjain
*tapi yang penting masih ada foto sok berani sebelum tragedi gondola
melambat tiba-tiba.
Ya kaya gitulah jejak
langkah kaki gw di pantai timang, lanjut makan siangnya pop mie dan
dua gelas es the manis. Lagi ga musim lobster, jadi kita ga bisa
makan lobster saus padang yang rasanya endeees dimari. Finally, gw mau bilang "rugi kalo lo ga nyobain". Tempat yang paling bagus buat ngelupain mantan, dan teriakin nama dia buat terakhir kalinya sekuat yang lo bisa tanpa ada seorangpun yang tau. Setelah sampai di seberang, elo udah kudu kembali kepengaturan pabrik.
Kalau ada kesempatan pasti gw mau coba lagi *tapi ga pake songong lagi *ga pake teriak dikuping mas-mas nya lagi *gw udah tobat.
Kalau ada kesempatan pasti gw mau coba lagi *tapi ga pake songong lagi *ga pake teriak dikuping mas-mas nya lagi *gw udah tobat.
Kamu kapan main kesini???
No comments:
Post a Comment