Sunrise & Danau Tiwu Ata Mbupu |
Pesona danau Kleimutu - Ende kota pesta. Begitu kesan pertama gw ketika memasuki kota
Ende dari arah Bajawa. Nyaris setiap
rumah ada pesta dan music meriah. Rupanya
bulan September memang musim pesta, termasuk di kaki gunung Kelimutu. Music jedag – jedug sampai dini hari dan
lampu laser berseliweran di langit kota Ende.
Alhasil gw ga bisa tidur semalaman , karena pesta terdekat persis
disebelah hotel. Nyanyi apa aja dengan
gendre heboh diputar sekencang – kencangnya #sejak kapan ada gendre music
begitu?
Jam empat dini hari gw udah jalan
dari hotel menuju danau Kelimutu. dua
puluh menit dengan mobil, sampai loket penjualan tiket, oh no! masih dipalang
dan petugas loketnya belum ada. Gw
kepagian. Maka selanjutnya adalah drama
gw membangunkan petugas loket dan sipetugas gelagapan di sergap cewek
berkerudung pagi buta. Diantara sadar
dang a sadar gw sampe diteriakin abangnya,
“pergi…………..”
Singkat cerita gw sampai juga di danau
Kelimutu berbekal syal sewaan untuk berfoto.
Yang pada kenyataannya foto gw ga satupun yang bisa dibanggakan.
Disebelah kanan track menuju
puncak, gw melihat ada sebuah dolmen kecil, masih ada beberapa sesajen yang
sudah mulai mongering teratata diatasnya.
“Sisa upacara adat tanggal 14
agustus kemaren”
Begitu kata pak Salim yang
menjadi guide gw menuju puncak Kelimutu.
Begitu sampai dipinggang gunung,
langit sudah sedikit terang oleh semburat merah matahari terbit dari sisi kanan
jalan. Kilauan indah dari danau Tiwu
Nuwa Muri Ko ‘Ofai memantul menyilaukan
mata. Matahari seolah muncul tiba – tiba
dari akar gunung. Focus mata terbagi
antara focus ke track yang full tanjakan berupa tangga semen yang lumayan
tinggi atau menikmati golden sunrise dari belakang danau Tiwu Ata Mbupu.
Begitu sampai di puncak gunung
Kelimutu, gw buru – buru tayamum dan sholat subuh. Arah qiblat persis menghadap ke danau Tiwu
ata Polo. Begitu salam kiri – kanan dan
berdoa sedikit #jujur doa nya gw ringkas aja, takut kelewat sunrienya #hamba
durhaka, gw langsung buru—buru lipat mukena dan buka tas kamera. Tiba – tiba selusin bule berada dikiri, kanan
dan belakang gw. Mereka saling berbisik
dan berbisik satu sama lain lalu mengalihkan pandangan begitu bertemu pandang
sama gw. Buseh, gw jadi tontonan.
Danau Ata Polo, Disini gw tertuduh 'penyihir' |
Awalnya gw woles aja, ya gapapa
toh saat sholat gw jadi tontonan. Dakwah
men, dakwah. Setidaknya mereka para bule
ini tau kalau seorang muslim itu tidak melupakan sholatnya walaupun sedang berada di antara ketiga danau legenda
Kelimutu yang terkenal keseantero bumi ini #riya #padahal doa aja diringkas dan
jujur lagi, sholat gw ga khusuk – khusuk amat.
Sampai gw dengar bisikan dari salah seorang dari selusin bule ini ke temannya,
“is she a magician?”
Astagfirullah, buseeeehh, mati
awak…..
Dikiraya gw penyihir, dukun, atau
mungkin penganut ilmu hitam, guru penyihir suhunya Harry potter yang sedang
up-grade ilmu. Matteeeeek. Omegad, mukena gw warna itam pulak, parasut
item. Perfect. Rukuk sujud menghadap danau Tiwu Ata Polo
tempat bersemayamnya roh Ata Polo sang penyihir dan kanibal itu. Jadi betapa terang – terangannya dukun Aisyah
ini up-grade ilmu. Di pagi bolong. Apakah mereka berani-berani nya tadi ambil
foto atau video saat gw ‘NYEMBAH’? hanya mereka yang tau. Untuk tau sejarah betapa mistisnya danau Tiwu
Ata Polo ini bisa dibaca di postingan gw yang ini
“hi, Im not a magician”
Untung gw ngucapin kata – kata
spontan itu engga pake marah tapi nyengir asam aja #sebenarnya incess esmossi.
“Im not a magician, I just do
praying. As a muslim I should do praying
at early morning. We call as Sholat
Subuh, semua orang islam sholatnya mengarah ke Kabah di Mekah. Khususnya muslim Indonesia, kami harus
menghadap ke arah barat untuk melakukan sholat.
Dan kebetulan aja Tiwu Ata Polo yang dikenal dengan danau tempat roh
penyihir ini berada di sebelah barat gw berdiri. Eta alasan na kenapa gw sholat menghadap danau itu”
Pengen rasanya gw lanjutin “Nyaho
siak? Mangarati ndak? Understand?”, tapi gw kan kadang – kadang penyabar, ya
sudah lah. Sedangkan kondisi gw masih berlutut memegangi tas kamera,
seolah pesakitan yang sedang dihakimi berame –rame sedang meminta pertolongan
pada kantong ajaibnya.
Ini orangnya yang bilang gw DUKUN |
Happy ending sih, akhirnya
beberapa dari mereka minta maaf dan sebagian yang lainnya pergi begitu aja
meninggalkan gw yang masih berlutut antara marah, geli dan mengumpat ‘besok –
besok bawa mukenanya warna putih atuh!”
Oh iya, soal sisa upacara adat
yang diceritain pak Salim tadi, jadi setiap tanggal 14 Agustus diadakan upacar adat
bernama PATI KA DUA BAPU ATA MATA.
Sebuah upacara untuk untuk memberi makan roh para leluhur yang bermukim
diketiga danau tersebut. Sebagai
persembahan dalam upacara ini akan disajikan sirih, pinang, rokok, nasi, lauk
berupa daging ayam, daging babi dan diakhiri dengan tuak yang mereka sebut MOKE. Dengan selalu mengadakan upacara rutin ini,
masyarakat suku Lio (suku asli Ende yang menetap di sekitar gunung Kelimutu berharap
selalu dekat dan dilindungi oleh arwah para leluhur mereka yang tinggal di dalam
ketiga danau ini. Tapi pak Salim ga
nyeritain upacara pake mukena hitam untuk up-grade ilmu lho yak.
Upacara PATI KA DUA BAPU ATA MATA (sumber : Detik Travel) |
Ketiga danau ini dikenal dengan
nama Tiwu Ata Polo adalah danau tempat berkumpulnya roh orang – orang yang
jahat dan para penyihir. Tiwu Ata Mbupu
adalah danau tempat berkumpulnya roh para orang tua yang semasa hidupnya punya
rasa belas kasih dan bijaksana. Danau
ketiga adalah Tiwu Nuwa Muri Ko’Ofai atau danau tempat berkumpulnya roh para
muda – mudi.
Tiwu Ata Polo |
Tiwu Ata Mbupu |
Tiwu Nuwa Muri Ko’Ofai |
Warna air diketiga danau ini
sering berobah – roba secara misterius, karena tidak seorangpun pernah mengaku
melihat proses perubahan warna air ketiga danau tersebut. Tiwu Ata Polo yang sebelunya berwarna merah,
sekarang berobah menjadi hitam pekat.
Tiwu Ata Mbupu yang sebelumnya berwarna putih susu sekarang berobah
menjadi hijau tosca. Sedangkan Tiwu Nuwa
Muri Ko’Ofai adalah danau yang paling sering berobah warna dari biru terang
menjadi biru gelap dan kehijauan. Perobahan
air didanau ini diyakini masyarakat Lio sebagai pertanda dari leluhur bahwa
akan terjadi peristiwa besar di Indonesia, seperti tsunami, gempa bumi atau
banjir besar.
Masyarakat Lio juga biasa meminta
petunjuk di danau kelimutu dengan cara memanggil nama leluhurnya dari pinggir
danau jika ada permasalahan seperti kehilangan barang atau hewan ternak. Mereka akan memanggil nama leluhur yang
diyakini bisa membantu permasalahan mereka sebanyak tiga kali lalu menyebut
permasalahan yang mereka hadapi, selanjutnya diyakinii leluhur akan memberi
jawaban kepada mereka melalui mimpi.
Menurut legenda, asal muasal
terbentuknya danau kelimutu adalah karena pertempuran antara penyihir yang juga
seorang kanibal bernama Ata Polo dengan seorang petani bijaksana bernama Ata
Mbupu. Pertempuran selama tujuh
hari - tuju malam ini dipicu oleh hasrat
Ata Polo untuk memangsa anak asuh Ata Mbupu.
Untuk legenda selengkapnya bisa dibaca dipostingan gw berikut ini.
Track menuju puncak #ini mau turun ding! |
Namun secara ilmiah, perobahan
air didanau Kelimutu ini disebabkan oleh
perobahan kondisi geologis yang
menyebabkan perubahan kandungan mineral,
pertumbuhan lumut, bebatuan dan pengaruh sinar matahari didalam kawah. Pada dasarnya air diketiga kawah tersebut
sama beningnya, namun jika terkena kekulit secara langsung menyebabkan rasa
gatal. Seperrti diceritain pak Salim ke
gw. Secara beliau pernah turun ke
permukaan danau Ata Mbupu. Menurut
beliau, jarak antar bibir kawah sampai kepermukaan air danau itu sekitar 1,5
km.
No comments:
Post a Comment