Ketika gw ga lebih penting dari sebuah latar #KitaUdahan! |
Mengunjungi Waerebo sebagai situs
budaya dunia – Mendapat kesempatan berkunjung ke sini adalah sebuah anugerah
buat gw. Perlu waktu, tenaga dan biaya
yang lumayan menguras perasaan, untungnya gw dibayarin dan dapat uang saku pula
#rejeki anak soleha #yang kadang kala sombong.
Pengunjung dari luar Flores
biasanya kan mengambil rute Bandara Komodo (Labuan Bajo) – Manggarai – Denge-
Waerebo atau Bandara H. Hasan Aroeboesman (Ende) – Manggarai – Denge – Waerebo,
tergantung itinerary kita masing – masing.
Perjalanan dari Labuan Bajo
(Bandara Komodo) – Manggarai memakan waktu 1,5 jam. Jalanannya relative bagus, namun meliuk –
liuk bikin perut berasa diaduk. Dari Manggarai kita melanjutkan perjalanan
menuju Denge, kampung terakhir sebelum kita memulai tracking ke Waerebo. Rata – rata lama perjalannannya dalah 4,5 – 6
jam, jika tidak ada jalan longsor dan batu besar menghalangi jalan.
Bila longsor tiba, berani? |
Saat musim hujan jalan menuju
waerebo memang sangat-sangat berbahaya karena rawan longsor. Hujan biasanya turun saat siang sampai sore,
maka pengunjung disarankan untuk memulai perjalanan menuju denge pagi – pagi
sekali, untuk menghindari terjebak selama diperjalanan Ruteng – Denge. Dan tracking ke Waerebo dilarang jika sudah
jam tiga sore. Alasannya jelas khawatir
kita terjebak gelap dan kontur tanah yang rawan longsor jika hujan turun di
sore hari.
Siapa berani lawan batu segini besar |
Ada dua pos yang bisa kita
singgahi untuk mendaftar dan mendapatkan guide untuk menuju Waerebo #wajib
pakai guide, yaitu pak Blasius Monta di
Denge dan pak Martin di Dintor. Disini
kita akan mengisi form data diri dan biasanya disuguhi kopi dan makan
siang. Selanjutnya tuan rumah akan
menyediakan seorang guide yang akan memandu kita untuk sampai ke Waerebo. Lama perjalanan (tracking) rata – rata 3-4
jam, tergantung kondisi fisik masing – masing.
Track menuju waerebo memanng
tanjakan dan lereng – lereng bukit, menurut gw sih gradenya ga ekstrim –
ekstrim banget. Jika teman – teman sudah
pernah tracking ke Baduy dalam, pasti lolos tracking ke Waerebo, menurut gw
track ke Waerebo jauh lebih santai dibanding Baduy dalam. Tapi tetep aja kita perlu persiapan fisik yang
baik dan bawa bekal yang cukup untuk diperjalanan, air dan cemilan misalnya.
Hal lain yang berperan agar
tracking tidak bikin nyesek adalah fikiran.
Kalau kita mengeluh dan selalu berkomentar “kapan samapai nih?”atau “masih
jauh ga sih?” biasanya kita akan kepayahan dan tidak bisa menikmati
perjalanan. Sama kaya teman tracking gw
kemaren, bule Jerman yang sepanjang perjalanan ngajak berantem guidenya mulu
gegara tracknya jauh katanya. Menurut
dia guidenya ga cerita kalau tracknya ‘menyiksa begini’ dan teman yang
merekomendasikan Waerebo kedia katanya juga ga cerita kalau Waerebo itu
jauh. Gw udah cerita nih balada emak Jerman ini di SINI.
Crew yang penuh drama |
Tapi begitu sampai di turunan
terakhir dan pucuk – pucuk rumah beratap ijuk itu terlihat dari jauh, semua
lelah itu akan hilang kaya janji – janji pilkada. MashaAllah, indah sekali. Waerebo itu berada dilembah yang sekelilingnya
perbukitan, jadi seolah – olah berada dalam kaldera raksasa yang tak tergenangi air,
udaranya sejuk dan bersih, terdapat tujuh rumah kerucut yang dibangun melingkar
dengan sebuah altar suci ditengah nya.
Dilembah sekeliling rumah adat yang dikenal dengan nama Mbaru Niang ini
ditumbuhi pohon kopi yang berbuah lebat.
Wangi bunga kopi tertimpa gerimis sore menyerap sampai kehati. Lebay #LelahjomBloBray
Begitu kita sampai di kawasan
Waerebo, kita akan diajak kerumah induk untuk mengikuti ritual penerimaan tamu. Dalam upacara ini kita para tamu akan
diperkenalkan kepada leluhur oleh tetua adat.
Tetua adat akan mendoakan kita kepada leluhur agar kita selamat selama
bertamu ke Waerebo dan selamat sampai pulang ke rumah masing – masing.
Menjemur kopi di depan altar SUCI |
Masyararakat Waerebo sebenarnya
beragama Katholik, tapi tradisi animisme masih sangat kenatal disini. Begitu upacara selesai, kita diwajibkan
membayar uang adat kepada tetua adat, selanjutnya kita akan dibawa kerumah
khusus tamu. Disini kita disuguhi kopi
Waerebo yang wueeenaak seperti kisahnya itu atau teh manis bersama sepiring
taas rebus atau pisang goreng. Setelah
sedikit melepas lelah, kita bebas untuk bersih – bersih, berbagi cerita dengan
pengunjung lain atau berfoto-foto disekitaran lingkungan rumah adat. Asal jangan sampai naik ke altar suci saja
#bisa kualat tujuh turunan kata tetua adatnya.
Begitu malam tiba, maka itu
artinya dinginpun menguasai Waerebo.
Tapi jangan khawatir, rumah beratap ijuk ini cukup hangat dan tuan rumah
juga menyediakan selimut hangat untuk para tamu. Selepas makan malam bareng yang paling enak
ya tidur bareng #semoga bagian ini ga kamu baca ya #teruntuk calon terindah. Padahal mah maksud gw ya tidur bareng –
bareng. Karena kan ga butuh hansip juga
dimari.
Makan bareng sebelum tidur bareng |
Bangun buat sholat subuh dalam tekanan
dingin itu sesuatu ya, bawaannya entar – entaran gitu #gw emang bukan anak
solehah rupanya. Rasa dingin ini kayanya
dijadikan senjata sama syetan buat menggoda iman gw yang sesungguhnya amat
lemah. Tapi begitu selesai sholat subuh,
ga nyesal tuh menggigil kedinginan dan langsung dah nyari kamera, diluar udah
mulai terang, saatnya hunting foto, memfoto diri lebih tepatnya #ketahuankan
lah ya, gw bangun subuh jam berapa #ga layak dicontoh.
Pagi hari menjelang matahari
bersinar adalah waktu terbaik untuk mengabadikan moment. Tapi biasanya masyarakat waerebo masih
bergulat dengan urusan domestik jam segini, hanya satu atau dua orang saja opa
– opa yang bertudung sarung berjongkok menikmati udara pagi didepan Mbaru
Niang. Begitu matahari sudah sedikit hangat,
maka mama – mama akan menjemur biji kopi yang dipetik dan ditumbuk
semalam. Lapangan yang berbentuk
lingkaran besar didepan mbaru niang akan dipenuhi oleh hamparan jemuran
kopi. Kita bisa bercengkrama akrab
dengan masyarakat Waerebo dimoment ini.
Njemur kopi biar ikutan manis |
Jam delapan, kita harus siap –
siap untuk kembali ke Denge. Repacking
dan sarapan, biasanya dihidangkan nasi goreng dan kopi Waerebo lagi. Kita harus buru – buru kembali ke Ruteng,
agar nanti tidak terjebak kemungkinan cuaca buruk disore hari dalam perjalanan
menuju Ruteng.
Maka,
Perjalanan adalah cara terbaik
untuk membekukan waktu sebeku yang kita mau.
Kebekuan itu bernama kenangan.
No comments:
Post a Comment