Wednesday, August 23, 2017

Uji Nyali di Pantai Timang

Saat masih songong sebelum gondola mendadak berhenti
Uji nyali di Pantai Timang - Dari saat menyusun itinerary, rencana awal gw adalah mengunjungi Pacitan. Dan setelah makan soto enak murah meriah gerobakan disekitar Jl. Balapan *kuliner Jogja memang selalu murah meriah, asal lo ga makan diantar bapak-bapak becak sekitaran Keraton ya *gw pernah sekali kena disini, tahun 2012 makan gudek 35 rebu (nasi putih, gudeg, telor bacem sama the tawar hangat).


Tau kenapa setelah makan, destinasi kita jadi berobah arah menuju pantai Timang, dan petualangan uji nyali pun dimulai.

Bau kopling mobil yang gosong, tanah yang jumlangnya lebih sedikit dari bebatuan *cadas banget, pohon-pohon jati meranggas seperti tersiksa jika hidup lebih lama dan rumput kuning kering yang sepertinya menyesal pernah dilahirkan *lebay.


Perjalanan dari kota Jogjakarta menuju Pantai Timang yang masih jauh lagi keselatan dari Wonosari itu sekitar 2 jam lebih dikit. Setengah jam terakhir itu pak sopirnya udah tegang mengkhawatirkan, entah itu karena khawatir mobil avanza keluaran terbarunya si boss babak belur atau tanjakan dan turunan dijalan berbatu cadas ini membuat mobil terjungkal *incess dibelakang mulai mules.

Begitu sampai diparkiran mobil, disambut pemandangan hijau menggoda. Sejenis pandan pantai yang pohonnya kekar berdaun dengan pelepah yang subur. Maka gw berlima yang sebelumnya duduk gelisah menahan gejolak lambung dan pala keliyengan langsung menghambur keluar mobil, buseh panasnya poooolll. Langsung muncul kekhawatiran, kulit eksotis inces bakal babak belur tambah gosong *sunblock kelupaan *udah aja sih, emang aslinya udah item. Well, kita lanjut jalan turun kebibir pantai dari parkiran. Disambut teluk kecil dengan gelombang dahsyat, pantainya putih bersih dan biru lautnya menyatu dengan warna langit, kontras sama pohon-pohon pandan (Palem pantai) yang tumbuh subur dari ceruk-ceruk batu karang.

Kita berlima ga ada yang berani main air disini, gelombangnya itu lho *ngamuk dahsyat. Trus lanjut tracking dikit melewati ladang kacang tanah tadi. Kayanya Gunung Kidul ini adalah daratan batu cadas dan tanah nya itu dikiiiittt banget. Kacang tanah ini tumbuh seperti dalam pot disela-sela batu cadas *kacang dibahas.


Yeaaaah, disana gondola menanti. Asli gw langsung deg-degan. Walaupun dah liat ujud nya di gugel, tapi tetep aja pas ngeliat aslinya gw langsung migren. Gondolanya itu lho, terbuat dari kayu yang diikat dan disambung-sambung pula, tali lintasnya terlihat beberapa helai sudah usang dan sebagiannya memang masih terlihat baru. Tapi hanging Chair itu. Itu. *inces belum pernah kawin *incess lagi jatuh cinta *incess akan mewarisi banyak harta *siapa yang nanya.


Harganya juga bikin dompet meronta, seorang untuk lintasan pulang pergi kepulau Timang yang berjarak 100 meter dari bibir pantai itu di bandreol 250 rebu. *diam sejenak *abang-abangnya nurunin harga jadi 225 *. Masih diam aja, sesungguhnya diam memikirkan nyawa semata wayang yang belum kawin ini, mati lajang itu kayanya sia-sia banget. *abangnya nurunin harga lagi 200 rebu. Karena lobster lagi ga musim aja katanya, oh gw lupa bilang kalau pulau timang ini adalah kawasan metropolitan buat lobster, jadi banyak banget lobster yang bermukim di pulau ini.

Ok, demi eksistensi dan kekinian di Path dan IG gw deal tuh harga 200 rebu. Tho kalau belum kawin semoga ketemu Fatih Saferagic di surga dan dinikahin di alun-alun surga *siapa lo.

Sesungguhnya saat memasuki kursi pesakitan yang akan menerbangkan gw kepulau Timang itu dengkul gw berdisco dan jari tangan gw kecut dingin. Abang-abangnya penarik gondolanya meyakinkan kalau semuanya akan aman. Perintis gondola ini experienced man, 20 tahun kerja di kereta gantung ancol. Whatever, gw udah ga nyimak doi ngomong panjang lebar. Pasrah sama Allah, walau ada juga sisi lain yang meronta minta gw kabur keluar dari kursi tak meyakinkan ini, yaitu dosa orang single yang mati sia-sia demi eksis disosial media dan list warisan dari emak bapak gw. Tapi nasi udah jadi bubur ayam, kursi pesakitan itu meluncur seketika dan mendarat di Pulau timang dengan aman. Abang-abang yang menunggu diseberang pulau teriak-teriak membangunkan gw *ya kali gw bisa tidur. Tapi dengan mata terpejam rapat, tangan menjengkeram kuat ke sisi kursi *mungkin abangnya khawatir gw pingsan dan kejang otot.


Ini teman gw yang ga songong, kalem aja dianya @Rena


Lalu gw buka mata dan ngecek, ngompol tidak. Oh, tidak ngompol maka lalu gw teriak sekencang-kencangnya:

“Yeaaaaaaaay, gw di pulau Timang”

sedetik kemudian gw baru nyadar, kalo gw teriak persis dikuping abangnya yang lagi membuka tali pengaman kursi pesakitan ini. Dia terlonjak kaget dan terlihat mengumpulkan fokus lagi habis nanar gw semptot sama teriakan membahana.

“kaget aku mbak e...”

Duh, ngerasa bersalah sih. Tapi ya gimana. Kan ceritanya itu histeria habis pingsan beberapa detik, *mamas, maafin incess.....

Nah, merasa sukses mendarat dengan aman saat pergi. Begitu selesai mewawancara mamasnya dan ditawarin turun kebibir ombak tempat mereka menangkap lobster dan selfie-selfie norak gw Pede banget akan buka mata dan ga berkedip saat kembali ke Pantai seberang.

Kegirangan gitu saat kursi mulai meluncur, mata terbuka lebar dan sesekali melihat kebawah walau masih deg-degan kecil tapi udah terbayang aja begitu sampai seberang gw teriak lagi kekuping abang-abangnya :

“lolooooosssss UJI NYALIIIIII”.

Tapiiiiiiiiiiiiii, tiba-tiba kursinya melambat persis ditengah-tengah dan berhenti lalu ga gerak-gerak lagi. Gw yang tadinya udah melambai-lambai minta di foto langsung kisut. *kursinya rusak, *talinya ada yang putus *abang-abangnya ga sanggup narik gw *kesalahan teknis *mati lajang *warisan melayang *menyesal. Yang tadinya udah berdiri-berdiri gaya gitu melambai-lambai minta difoto langsung terduduk lemes, nafas keluar satu-satu dan mulai menyebut LA ILA HA ILALLAH. Minimal kalaupun mati lajang tapi Khusnul Khotimah dan ketemu Fatih Saferagic di surga.

Lalu ombak besar menghantam dari arah kanan dan kiri, ketemu persis dibawah kursi ayunan gw, *sial. Gw yakin gw udah mati, laut dibawah akan memerah karena ada seorang manusia lajang yang mati dihempas gelombang kebatu karang dengan sia-sia. Begitu ombak menarik diri, ternyata gw masih bernyawa dengan baju basah kuyup dan kursinya mulai merambat lagi dengan pasti menuju bibir pantai. Buseh, gw dikerjain. Disuruh nunggu ombak menggila dulu baru kursinya ditarik lagi. Dikira gw dilahirkan dengan nyawa ganda apa ya.
Lalu abang-abang nya cekikikan. *tadinya kan gw songong *orang songong perlu dikerjain *tapi yang penting masih ada foto sok berani sebelum tragedi gondola melambat tiba-tiba.


Ya kaya gitulah jejak langkah kaki gw di pantai timang, lanjut makan siangnya pop mie dan dua gelas es the manis. Lagi ga musim lobster, jadi kita ga bisa makan lobster saus padang yang rasanya endeees dimari. Finally, gw mau bilang "rugi kalo lo ga nyobain".  Tempat yang paling bagus buat ngelupain mantan, dan teriakin nama dia buat terakhir kalinya sekuat yang lo bisa tanpa ada seorangpun yang tau.  Setelah sampai di seberang, elo udah kudu kembali kepengaturan pabrik.

Kalau ada kesempatan pasti gw mau coba lagi *tapi ga pake songong lagi *ga pake teriak dikuping mas-mas nya lagi *gw udah tobat.

Kamu kapan main kesini???


No comments:

Post a Comment

POPULAR ENTRIES

Mama Bandaku

"Rezeki bisa berup a teman yang bisa dipercaya saat kita perlu menangis " Ini adalah hari kedua puluh dari traveling terlamak...