Wednesday, November 22, 2017

Legenda, Misteri dan Keindahan Danau Kelimutu



Sunrise & Danau Tiwu Ata Mbupu
Pesona danau Kleimutu - Ende kota pesta.  Begitu kesan pertama gw ketika memasuki kota Ende dari arah Bajawa.  Nyaris setiap rumah ada pesta dan music meriah.  Rupanya bulan September memang musim pesta, termasuk di kaki gunung Kelimutu.  Music jedag – jedug sampai dini hari dan lampu laser berseliweran di langit kota Ende.  Alhasil gw ga bisa tidur semalaman , karena pesta terdekat persis disebelah hotel.  Nyanyi apa aja dengan gendre heboh diputar sekencang – kencangnya #sejak kapan ada gendre music begitu?

Jam empat dini hari gw udah jalan dari hotel menuju danau Kelimutu.  dua puluh menit dengan mobil, sampai loket penjualan tiket, oh no! masih dipalang dan petugas loketnya belum ada.  Gw kepagian.  Maka selanjutnya adalah drama gw membangunkan petugas loket dan sipetugas gelagapan di sergap cewek berkerudung pagi buta.  Diantara sadar dang a sadar gw sampe diteriakin abangnya,

“pergi…………..”

Singkat cerita gw sampai juga di danau Kelimutu berbekal syal sewaan untuk berfoto.  Yang pada kenyataannya foto gw ga satupun yang bisa dibanggakan.
 
Sunrise Hunter

Disebelah kanan track menuju puncak, gw melihat ada sebuah dolmen kecil, masih ada beberapa sesajen yang sudah mulai mongering teratata diatasnya.

“Sisa upacara adat tanggal 14 agustus kemaren”

Begitu kata pak Salim yang menjadi guide gw menuju puncak Kelimutu.

Begitu sampai dipinggang gunung, langit sudah sedikit terang oleh semburat merah matahari terbit dari sisi kanan jalan.  Kilauan indah dari danau Tiwu Nuwa Muri Ko ‘Ofai  memantul menyilaukan mata.  Matahari seolah muncul tiba – tiba dari akar gunung.  Focus mata terbagi antara focus ke track yang full tanjakan berupa tangga semen yang lumayan tinggi atau menikmati golden sunrise dari belakang danau Tiwu Ata Mbupu.

Begitu sampai di puncak gunung Kelimutu, gw buru – buru tayamum dan sholat subuh.  Arah qiblat persis menghadap ke danau Tiwu ata Polo.  Begitu salam kiri – kanan dan berdoa sedikit #jujur doa nya gw ringkas aja, takut kelewat sunrienya #hamba durhaka, gw langsung buru—buru lipat mukena dan buka tas kamera.  Tiba – tiba selusin bule berada dikiri, kanan dan belakang gw.  Mereka saling berbisik dan berbisik satu sama lain lalu mengalihkan pandangan begitu bertemu pandang sama gw.  Buseh, gw jadi tontonan.

Danau Ata Polo, Disini gw tertuduh 'penyihir'

Awalnya gw woles aja, ya gapapa toh saat sholat gw jadi tontonan.  Dakwah men, dakwah.  Setidaknya mereka para bule ini tau kalau seorang muslim itu tidak melupakan sholatnya walaupun  sedang berada di antara ketiga danau legenda Kelimutu yang terkenal keseantero bumi ini #riya #padahal doa aja diringkas dan jujur lagi, sholat gw ga khusuk – khusuk amat.  Sampai gw dengar bisikan dari salah seorang dari selusin bule ini ke temannya,

“is she a magician?”

Astagfirullah, buseeeehh, mati awak…..
Dikiraya gw penyihir, dukun, atau mungkin penganut ilmu hitam, guru penyihir suhunya Harry potter yang sedang up-grade ilmu.  Matteeeeek.  Omegad, mukena gw warna itam pulak, parasut item.  Perfect.  Rukuk sujud menghadap danau Tiwu Ata Polo tempat bersemayamnya roh Ata Polo sang penyihir dan kanibal itu.  Jadi betapa terang – terangannya dukun Aisyah ini up-grade ilmu.  Di pagi bolong.  Apakah mereka berani-berani nya tadi ambil foto atau video saat gw ‘NYEMBAH’? hanya mereka yang tau. Untuk tau sejarah betapa mistisnya danau Tiwu Ata Polo ini bisa dibaca di postingan gw yang ini

“hi, Im not a magician”

Untung gw ngucapin kata – kata spontan itu engga pake marah tapi nyengir asam aja  #sebenarnya incess esmossi.

“Im not a magician, I just do praying.  As a muslim I should do praying at early morning.  We call as Sholat Subuh, semua orang islam sholatnya mengarah ke Kabah di Mekah.  Khususnya muslim Indonesia, kami harus menghadap ke arah barat untuk melakukan sholat.  Dan kebetulan aja Tiwu Ata Polo yang dikenal dengan danau tempat roh penyihir ini berada di sebelah barat gw berdiri.  Eta alasan  na kenapa gw sholat menghadap danau itu”

Pengen rasanya gw lanjutin “Nyaho siak? Mangarati ndak? Understand?”, tapi gw kan kadang – kadang penyabar, ya sudah lah.  Sedangkan kondisi  gw masih berlutut memegangi tas kamera, seolah pesakitan yang sedang dihakimi berame –rame sedang meminta pertolongan pada kantong ajaibnya.

Ini orangnya yang bilang gw DUKUN

Happy ending sih, akhirnya beberapa dari mereka minta maaf dan sebagian yang lainnya pergi begitu aja meninggalkan gw yang masih berlutut antara marah, geli dan mengumpat ‘besok – besok bawa mukenanya warna putih atuh!”

Oh iya, soal sisa upacara adat yang diceritain pak Salim tadi, jadi setiap tanggal 14 Agustus diadakan upacar adat bernama PATI KA DUA BAPU ATA MATA.  Sebuah upacara untuk untuk memberi makan roh para leluhur yang bermukim diketiga danau tersebut.  Sebagai persembahan dalam upacara ini akan disajikan sirih, pinang, rokok, nasi, lauk berupa daging ayam, daging babi dan diakhiri dengan tuak yang mereka sebut MOKE.  Dengan selalu mengadakan upacara rutin ini, masyarakat suku Lio (suku asli Ende yang menetap di sekitar gunung Kelimutu berharap selalu dekat dan dilindungi oleh arwah para leluhur mereka yang tinggal di dalam ketiga danau ini.  Tapi pak Salim ga nyeritain upacara pake mukena hitam untuk up-grade ilmu lho yak.


Upacara PATI KA DUA BAPU ATA MATA (sumber : Detik Travel)

Ketiga danau ini dikenal dengan nama Tiwu Ata Polo adalah danau tempat berkumpulnya roh orang – orang yang jahat dan para penyihir.  Tiwu Ata Mbupu adalah danau tempat berkumpulnya roh para orang tua yang semasa hidupnya punya rasa belas kasih dan bijaksana.  Danau ketiga adalah Tiwu Nuwa Muri Ko’Ofai atau danau tempat berkumpulnya roh para muda – mudi.

Tiwu Ata Polo
Tiwu Ata Mbupu


Tiwu Nuwa Muri Ko’Ofai
Warna air diketiga danau ini sering berobah – roba secara misterius, karena tidak seorangpun pernah mengaku melihat proses perubahan warna air ketiga danau tersebut.  Tiwu Ata Polo yang sebelunya berwarna merah, sekarang berobah menjadi hitam pekat.  Tiwu Ata Mbupu yang sebelumnya berwarna putih susu sekarang berobah menjadi hijau tosca.  Sedangkan Tiwu Nuwa Muri Ko’Ofai adalah danau yang paling sering berobah warna dari biru terang menjadi biru gelap dan kehijauan.  Perobahan air didanau ini diyakini masyarakat Lio sebagai pertanda dari leluhur bahwa akan terjadi peristiwa besar di Indonesia, seperti tsunami, gempa bumi atau banjir besar.

Masyarakat Lio juga biasa meminta petunjuk di danau kelimutu dengan cara memanggil nama leluhurnya dari pinggir danau jika ada permasalahan seperti kehilangan barang atau hewan ternak.  Mereka akan memanggil nama leluhur yang diyakini bisa membantu permasalahan mereka sebanyak tiga kali lalu menyebut permasalahan yang mereka hadapi, selanjutnya diyakinii leluhur akan memberi jawaban kepada mereka melalui mimpi.
  
Menurut legenda, asal muasal terbentuknya danau kelimutu adalah karena pertempuran antara penyihir yang juga seorang kanibal bernama Ata Polo dengan seorang petani bijaksana bernama Ata Mbupu.  Pertempuran selama tujuh hari  - tuju malam ini dipicu oleh hasrat Ata Polo untuk memangsa anak asuh Ata Mbupu.  Untuk legenda selengkapnya bisa dibaca dipostingan gw berikut ini.

Track menuju puncak #ini mau turun ding!

 Namun secara ilmiah, perobahan air didanau  Kelimutu ini disebabkan oleh perobahan kondisi geologis  yang menyebabkan perubahan kandungan  mineral, pertumbuhan lumut, bebatuan dan pengaruh sinar matahari  didalam kawah.  Pada dasarnya air diketiga kawah tersebut sama beningnya, namun jika terkena kekulit secara langsung menyebabkan rasa gatal.  Seperrti diceritain pak Salim ke gw.  Secara beliau pernah turun ke permukaan danau Ata Mbupu.  Menurut beliau, jarak antar bibir kawah sampai kepermukaan air danau itu sekitar 1,5 km.


No comments:

Post a Comment

POPULAR ENTRIES

Mama Bandaku

"Rezeki bisa berup a teman yang bisa dipercaya saat kita perlu menangis " Ini adalah hari kedua puluh dari traveling terlamak...