Saturday, January 13, 2018

UNESCO World Heritage, Tentang Pesona Waerebo


Ketika gw ga lebih penting dari sebuah latar #KitaUdahan!
Mengunjungi Waerebo sebagai situs budaya dunia – Mendapat kesempatan berkunjung ke sini adalah sebuah anugerah buat gw.  Perlu waktu, tenaga dan biaya yang lumayan menguras perasaan, untungnya gw dibayarin dan dapat uang saku pula #rejeki anak soleha #yang kadang kala sombong.
Pengunjung dari luar Flores biasanya kan mengambil rute Bandara Komodo (Labuan Bajo) – Manggarai – Denge- Waerebo atau Bandara H. Hasan Aroeboesman (Ende) – Manggarai – Denge – Waerebo, tergantung itinerary kita masing – masing.

Perjalanan dari Labuan Bajo (Bandara Komodo) – Manggarai memakan waktu 1,5 jam.  Jalanannya relative bagus, namun meliuk – liuk bikin perut berasa diaduk.   Dari Manggarai kita melanjutkan perjalanan menuju Denge, kampung terakhir sebelum kita memulai tracking ke Waerebo.  Rata – rata lama perjalannannya dalah 4,5 – 6 jam, jika tidak ada jalan longsor dan batu besar menghalangi jalan.

Bila longsor tiba, berani?

Saat musim hujan jalan menuju waerebo memang sangat-sangat berbahaya karena rawan longsor.  Hujan biasanya turun saat siang sampai sore, maka pengunjung disarankan untuk memulai perjalanan menuju denge pagi – pagi sekali, untuk menghindari terjebak selama diperjalanan Ruteng – Denge.  Dan tracking ke Waerebo dilarang jika sudah jam tiga sore.  Alasannya jelas khawatir kita terjebak gelap dan kontur tanah yang rawan longsor jika hujan turun di sore hari.
Siapa berani lawan batu segini besar

Ada dua pos yang bisa kita singgahi untuk mendaftar dan mendapatkan guide untuk menuju Waerebo #wajib pakai guide,  yaitu pak Blasius Monta di Denge dan pak Martin di Dintor.  Disini kita akan mengisi form data diri dan biasanya disuguhi kopi dan makan siang.  Selanjutnya tuan rumah akan menyediakan seorang guide yang akan memandu kita untuk sampai ke Waerebo.  Lama perjalanan (tracking) rata – rata 3-4 jam, tergantung kondisi fisik masing – masing.

Track menuju waerebo memanng tanjakan dan lereng – lereng bukit, menurut gw sih gradenya ga ekstrim – ekstrim banget.  Jika teman – teman sudah pernah tracking ke Baduy dalam, pasti lolos tracking ke Waerebo, menurut gw track ke Waerebo jauh lebih santai dibanding Baduy dalam.  Tapi tetep aja kita perlu persiapan fisik yang baik dan bawa bekal yang cukup untuk diperjalanan, air dan cemilan misalnya.

Hal lain yang berperan agar tracking tidak bikin nyesek adalah fikiran.  Kalau kita mengeluh dan selalu berkomentar “kapan samapai nih?”atau “masih jauh ga sih?” biasanya kita akan kepayahan dan tidak bisa menikmati perjalanan.  Sama kaya teman tracking gw kemaren, bule Jerman yang sepanjang perjalanan ngajak berantem guidenya mulu gegara tracknya jauh katanya.  Menurut dia guidenya ga cerita kalau tracknya ‘menyiksa begini’ dan teman yang merekomendasikan Waerebo kedia katanya juga ga cerita kalau Waerebo itu jauh.  Gw udah cerita nih  balada emak Jerman ini di SINI.

Crew yang penuh drama

Tapi begitu sampai di turunan terakhir dan pucuk – pucuk rumah beratap ijuk itu terlihat dari jauh, semua lelah itu akan hilang kaya janji – janji pilkada. MashaAllah, indah sekali.  Waerebo itu berada dilembah yang sekelilingnya perbukitan, jadi seolah – olah berada dalam  kaldera raksasa yang tak tergenangi air, udaranya sejuk dan bersih, terdapat tujuh rumah kerucut yang dibangun melingkar dengan sebuah altar suci ditengah nya.  Dilembah sekeliling rumah adat yang dikenal dengan nama Mbaru Niang ini ditumbuhi pohon kopi yang berbuah lebat.  Wangi bunga kopi tertimpa gerimis sore menyerap sampai kehati.  Lebay #LelahjomBloBray
 
Begitu kita sampai di kawasan Waerebo, kita akan diajak kerumah induk untuk mengikuti ritual penerimaan tamu.  Dalam upacara ini kita para tamu akan diperkenalkan kepada leluhur oleh tetua adat.  Tetua adat akan mendoakan kita kepada leluhur agar kita selamat selama bertamu ke Waerebo dan selamat sampai pulang ke rumah masing – masing.

Menjemur kopi di depan altar SUCI

Masyararakat Waerebo sebenarnya beragama Katholik, tapi tradisi animisme masih sangat kenatal disini.  Begitu upacara selesai, kita diwajibkan membayar uang adat kepada tetua adat, selanjutnya kita akan dibawa kerumah khusus tamu.  Disini kita disuguhi kopi Waerebo yang wueeenaak seperti kisahnya itu atau teh manis bersama sepiring taas rebus atau pisang goreng.  Setelah sedikit melepas lelah, kita bebas untuk bersih – bersih, berbagi cerita dengan pengunjung lain atau berfoto-foto disekitaran lingkungan rumah adat.  Asal jangan sampai naik ke altar suci saja #bisa kualat tujuh turunan kata tetua adatnya.

Begitu malam tiba, maka itu artinya dinginpun menguasai Waerebo.  Tapi jangan khawatir, rumah beratap ijuk ini cukup hangat dan tuan rumah juga menyediakan selimut hangat untuk para tamu.  Selepas makan malam bareng yang paling enak ya tidur bareng #semoga bagian ini ga kamu baca ya #teruntuk calon terindah.  Padahal mah maksud gw ya tidur bareng – bareng.  Karena kan ga butuh hansip juga dimari.

Makan bareng sebelum tidur bareng

Bangun buat sholat subuh dalam tekanan dingin itu sesuatu ya, bawaannya entar – entaran gitu #gw emang bukan anak solehah rupanya.  Rasa dingin ini kayanya dijadikan senjata sama syetan buat menggoda iman gw yang sesungguhnya amat lemah.  Tapi begitu selesai sholat subuh, ga nyesal tuh menggigil kedinginan dan langsung dah nyari kamera, diluar udah mulai terang, saatnya hunting foto, memfoto diri lebih tepatnya #ketahuankan lah ya, gw bangun subuh jam berapa #ga layak dicontoh.

Pagi hari menjelang matahari bersinar adalah waktu terbaik untuk mengabadikan moment.  Tapi biasanya masyarakat waerebo masih bergulat dengan urusan domestik jam segini, hanya satu atau dua orang saja opa – opa yang bertudung sarung berjongkok menikmati udara pagi didepan Mbaru Niang.  Begitu matahari sudah sedikit hangat, maka mama – mama akan menjemur biji kopi yang dipetik dan ditumbuk semalam.  Lapangan yang berbentuk lingkaran besar didepan mbaru niang akan dipenuhi oleh hamparan jemuran kopi.  Kita bisa bercengkrama akrab dengan masyarakat Waerebo dimoment ini. 

Njemur kopi biar ikutan manis

Jam delapan, kita harus siap – siap untuk kembali ke Denge.  Repacking dan sarapan, biasanya dihidangkan nasi goreng dan kopi Waerebo lagi.  Kita harus buru – buru kembali ke Ruteng, agar nanti tidak terjebak kemungkinan cuaca buruk disore hari dalam perjalanan menuju Ruteng.  

Maka,

Perjalanan adalah cara terbaik untuk membekukan waktu sebeku yang kita mau.  Kebekuan itu bernama kenangan.






No comments:

Post a Comment

POPULAR ENTRIES

Mama Bandaku

"Rezeki bisa berup a teman yang bisa dipercaya saat kita perlu menangis " Ini adalah hari kedua puluh dari traveling terlamak...